Selasa, 14 Juli 2009

PEMANFAATAN WETLAND SEBAGAI MEDIA FITOREMEDIASI

PEMANFAATAN WETLAND SEBAGAI MEDIA FITOREMEDIASI
BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini laju pembangunan semakin pesat, terutama di daerah perkotaan. Industri-industri yang berkembang selain memberikan dampak positif, juga menimbulkan dampak negatif, di antaranya pencemaran lingkungan dari limbah yang dihasilkan, baik berupa limbah organik maupun limbah anorganik seperti logam berat, dll. Sementara daerah resapan air sendiri semakin berkurang, karena banyaknya bangunan permanen seperti gedung-gedung bertingkat dan perumahan penduduk, sehingga menghalangi proses siklus alami air di dalam tanah, termasuk di dalamnya proses pengolahan limbah secara alami.
Dalam bidang pencemaran lingkungan, dikenal istilah Bioremediasi, yakni penggunaan mikroorganisme (bakteri / jamur) untuk mendekomposisi dan mendegradasi polutan menjadi unsur yang tidak berbahaya. Dalam bioremediasi terdapat beberapa metode remediasi, baik yang berbasis fisika kimia maupun berbasis ilmu lain. Dalam dua dekade terakhir penelitian, pengembangan dan penerapan metode remediasi berbasis tumbuhan mendapat perhatian luas di Amerika, Australia, dan Eropa. Metode remediasi yang dikenal sebagai fitoremediasi ini mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun senyawa organik. Mengingat akan kekayaan hayati tumbuhan Indonesia yang besar serta ditunjang oleh iklim yang hangat sepanjang tahun, tentunya sumbangan tumbuhan untuk mengendalikan pencemaran perlu dikaji dan akhirnya diterapkan bila teknologinya ternyata menguntungkan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Phyto asal kata Yunani/greek phyton yang berarti tumbuhan/tanaman (plant), remediation asal kata Latin remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.
Fitoremediasi ini menggunakan tanaman hijau untuk membersihkan limbah/daerah yang terkontaminasi bahan yang berbahaya/beracun. Ide penggunaan tanaman pengakumulasi logam berat ini adalah untuk menghilangkan logam berat dan senyawa-senyawa lain yang diperkenalkan pertama pada tahun 1983, tetapi konsep ini sebenarnya telah diimplementasikan 300 tahun yang lalu pada pembuangan air limbah.
2.2. Wetland/ Lahan Basah
Salah satu dari fitoremediasi adalah metode wetland atau penggunaan lahan basah untuk untuk proses pembersihan logam berat atau senyawa-senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya. Metode wetland ini secara umum dibagi menjadi dua kategori,yaitu:
1.)Subsurface Flow Systems
Subsurface flow systems atau sistem aliran bawah tanah . Subsurface flow systems didesain untuk aliran bawah tanah melalui media permeabel, menjaga air diolah dibawah permukaan , selain itu menghindari berkembangnya bau dan gangguan masalah lainnya. Sistem ini juga sebagai root-zone systems, rock-reed-filters, dan vegetated submergedbed systems. Media yang digunakan bisanya tanah, pasir,gravel, dan pecahan batu/kerikil.
2.)Free Water Surface Systems
Sistem aliran permukaan dididesain untuk mensimulasikan lahan basah alami, dengan aliran air melewati permukaan tanah pada genangan yang dangkal. Vegetasi sering terdiri dari tanaman marsh, seperti cattail dan reeds.
Kedua tipe tersebut biasanya berada di lembah atau terusan baik secara alami terbentuk atau yang sengaja dibuat.
Wetland memiliki efisiensi penghilangan suspensi padat pada kolom air yang cukup besar. Materi-materi yang tersuspensi di kolom air dapat terdiri dari banyak macam kontaminan , seperti nutrien, logam berat, atau ikatan fisika atau kimia.
Salah satu cara yang digunakan adalah fitostabilisasi. Fitostabilisasi adalah penghentian kontaminan di tanah melalui absorpsi dan akumulasi oleh akar, adsorpsi ke dalam akar di daerah akar dari tanaman. Selain itu digunakan untuk menjaga migrasi/perpindahan kontaminan melalui angin,dan erosi air, dan dispersi tanah.
Fitostabilisasi terjadi melalui akumulasi kontaminan pada jaringan tanaman dan di tanah disekitar akar karena perubahan kimia dari kontaminan, yang menjadi tidak larut dan berhenti di komponen tanah.bahan kontaminan yang tidak dapat larut biasanya tidak berbahaya. Fitostabilisasi juga mengacu pada pembangunan/ pengembangan tanaman penutup pada permukaan air dari tanah atau sedimen yang terkontaminasi




















Keuntungan:
1.)Mengurangi pergerasiko dari bahan kontaminan anorganik tanpa menghilangkan bahan tersebut dari lokasi mereka.
2.)Jika dibandingkan teknik lain seperti Excavation atau penggalian, yang teknik ini lebih murah
3.)Menambah kesuburan tanah



2.3. Manfaat dan Fungsi Wetland
Wetland memiliki berbagai fungsi dan kegunaan yaitu
1.)Organic Carbon (BOD) Removal
2.)Nitrogen Removal
3.)Phosphorus Removal
4.)Trace Metals Removal
5.)Removal of Toxic Organic Compounds
Fungsi ekologi
1.)Tempat makan dan habitat kehidupan liar
2.)Peningkatan kualitas air
3.)Perlindungan terhadap banjir
4.)Kontrol abration garis pantai
5.)Untuk rekreasi
Kelemahan
Akibat bahan kontaminan yang tertinggal di tempat, tempat/daerah tersebut harus terus dimonitoring untuk memastikan kondisi kestabilan kondisi lingkungan.
Jika bahan konsentrasi pencemar meningkat, efek racun dapat menghambat pertumbuhan tanaman tersebut
Jika menggunakan aditif/penyubur tanah, maka harus diterapkan secara periodik untuk menjaga kefektifan dari proses fitoremediasi
2.3. Cara Kerja
Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/pencemar yang berada disekitarnya
1.Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperacumulation
2.Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Proses ini telah dibuktikan dengan percobaan menanam bunga matahari pada kolam mengandung zat radio aktif di Chernobyl Ukraina.
3.Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
4.Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plented-assisted bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bakteri.
5.Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi.
6.Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.
Jenis tanaman yang digunakan di fitoremidiasi:
Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan di Fitoremediasi adalah; Anturium Merah/Kuning, Alamanda Kuning/Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden Merah/Kuning/Putih, Dahlia, Dracenia Merah/Hijau, Heleconia Kuning/Merah, Jaka, Keladi Loreng/Sente/Hitam, Kenyeri Merah/Putih, Lotus Kuning/Merah, Onje Merah, Pacing Merah/Putih, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah/Putih, Spider Lili, dan lain-lain.
2.2. Aplikasi di lapangan
Beberapa penerapan lapangan dengan konsepsi fitoremediasi ini yang cukup berhasil diantaranya adalah:
1.Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti yang dilakukan di New Zealand, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar cadmium (Cd oleh penggunaan pesticida) dengan menanam pohon poplar.
2.Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak (TNT, RDX dan amunisi militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan metode wetland yaitu kolam yang diberi media koral yang ditanami tumbuhan air dan kemudian dialirkan air yang tercemar bahan peledak tersebut.. Tumbuhan yang digunakan seperti: Sagopond (Potomogeton pectinatus), Water stargas (Hetrathera), Elodea (Elodea Canadensis) dan lain-lain.
3.Pengolahan limbah domestik dengan konsep fitoremediasi dengan metoda Wetland, seperti yang diterapkan di beberapa tempat di Bali dengan sebutan wastewater garden (WWG) atau terkenal dengan Taman Bali seperti yang terlihat di Kantor Camat Kuta, Sunrise School, dan Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa kolam dari pasangan batu kemudian diisi media koral setinggi 80 cm yang ditanami tumbuhan air (Hydrophyte) selanjutnya dialirkan air limbah (grey water dan effluent dari septictank). Air harus dijaga berada pada ketinggian 7 cm atau 10 cm dibawah permukaan koral agar terhindar dari bau dan lalat/serangga lainnya.
Untuk menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air limbah sebelum masuk unit wetland ini harus dilewatkan unit pengendap partikel discret. Berdasarkan hasil test laboratorium terhadap influen dan effluen diperoleh hasil evaluasi kinerja unit tersebut, dengan effisiensi removal sebagai berikut: BOD 80 s/d 90 % , COD 86 s/d 96 %, TSS 75 s/d 95 %, Total N 50 s/d 70 %, Total P 70 s/d 90 %, Bakteri coliform 99 %. Terdapat 27 spesies tumbuhan yang digunakan untuk Taman Bali ini diantaranya Keladi, Pisang, Lotus, Cana, Dahlia, Akar Wangi, Bambu Air, Padi-padian, Papirus, Alamanda dan tanaman air lainnya.
Pemeliharaan sistim ini sangat kecil yang umumnya hanya menyiangi daun-daun tumbuhan yang layu/kering dengan demikian maintainance cost sangat rendah. Menurut penjelasan dari pihak Sunrise School Bali yang telah dua tahun menggunakan sistim ini belum pernah terjadi cloging pada lapisan koral dengan void ratio hanya 40 % untuk ukuran koral hanya 5mm s/d 10mm.
Pada dasarnya proses yang terjadi pada wetland ini sangat alami artinya microorganisme dan tanaman membentuk ecosystem sendiri untuk berhadapan dengan jenis polutan yang masuk, jadi tingkat adaptasi/akomodasi terhadap zat dan kadar pencemararan sangat baik, berbeda dengan misalnya fakultatif pond proses akan rusak (invalid) jika ada B 3 yang masuk atau jika beban pencemaran meningkat lebih dari 20 % akan terbentuk algae bloom.
Namun penerapan yang digunakan umumnya terbatas pada skala kecil yaitu untuk perkantoran, sekolah dan komunal sekala RW, hal ini terjadi karena luas lahan yang dibutuhkan perkapitanya lebih tinggi dibanding sistim konvensional umumnya. Meskipun dibandingkan dengan sistim stabilization pond kebutuhan lahan jauh lebih luas.
2.3. Konsep perencanaan Wetland
Beberapa ketentuan yang diperlukan untuk membuat sistim ini yaitu:
1.Unit wetland harus didahului dengan bak pengendap untuk menghindari cloging pada media koral oleh partikel-partikel besar.
2.Konstruksi berupa bak/kolam dari pasangan batu kedap air dengan kedalaman ± 1 m.
3.Kolam dilengkapi pipa inlet dan pipa berlubang untuk outlet.
4.Kolam diisi dengan media koral (batu pecah atau kerikil) diameter 5 mm s/d 10 mm. setinggi/setebal 80 cm.
5.Ditanami tumbuhan air dicampur beberapa jenis yang berjarak cukup rapat, dengan melubangi lapisan media koral sedalam 40 cm untuk dudukan tumbuhan.
6.Dialirkan air limbah setebal 70 cm dengan mengatur level (ketinggian) outlet yang memungkinkan media selalu tergenang air 10 cm dibawah permukaan koral.
7.Disain luas kolam berdasarkan Beban BOD yang masuk per hari dibagi dengan Loading rate pada umumnya. Untuk Amerika Utara = 32,10 kg BOD/Ha per hari. Untuk daerah tropis kira-kira = 40 kg BOD/Ha per hari.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1.Fitoremediasi cukup effektif dan murah untuk menangani pencemaran terhadap lingkungan oleh logam berat dan B3 sehingga dapat digunakan untuk remediasi TPA dengan menanam tumbuhan pada lapisan penutup terahir TPA dan menggunakan sistim wetland bagi kolam leachit.
2.Sistim pengolahan limbah dengan wetland disarankan hanya untuk skala lingkungan maksimum 2000 orang dan perkantoran atau gedung-gedung sekolah karena kebutuhan lahannya cukup tinggi antara 1.25 m2/capita s/d 2.5 m2/capita dibanding fakultatif pond hanya 0.2 s/d 0.5 m2/capita atau hanya 1/5 dari kebutuhan wetland.
3.Biaya investasi pada metode Wetland sangat relatif terhadap ketersedian lahan, dengan demikian untuk skala kecil sangat ekonomis bila lahan dapat disediakan.
4.Untuk skala rumah tangga sistim metode Wetland ini dapat dianggap pengganti bidang resapan.

1 komentar:

  1. benjamin moore titanium - Tioga-Arts
    titanium helix earrings pinon-iron-tiogames › pinon-iron-tiogames At titanium engine block the beginning of titanium wedding ring the year, the project was completed with the production of the new T-Shirt with a metal theme. When titanium rod in femur complications T-Shirt started, T-Shirt was very how strong is titanium

    BalasHapus