Selasa, 14 Juli 2009

Potensi Centrocema pubescence, Calopogonium mucunoides, dan Micania cordata dalam Membersihkan Logam Kontaminan pada Limbah Penambangan Emas

Potensi Centrocema pubescence, Calopogonium mucunoides,
dan Micania cordata dalam Membersihkan Logam Kontaminan
pada Limbah Penambangan Emas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berbahaya, pestisida, dan senyawa organik tertentu di dalam tanah dan air, terutama di kota besar dan kawasan industri, telah melampaui ambang batas dan cenderung menuju ke tingkat membahayakan. Oleh karena itu, dipacu oleh akibat kebocoran reaktor nuklir di Chernobyl – Rusia pada tahun 1986, beberapa peneliti Amerika dan Ukraina telah melakukan penelitian terhadap kemampuan tanaman jenis Indian mustard untuk meminimalkan kandungan unsur cesium dan stronsium dalam tanah yang telah terpapar oleh senyawa radioaktif. Sedangkan di Iowa – AS, para peneliti mencoba pohon poplar untuk menurunkan kandungan senyawa pestisida jenis atrazine yang terpapar di dalam tanah dan air tanah.
Penghilangan senyawa atrazine serta unsur radioaktif sangat penting karena kedua jenis senyawa itu merupakan senyawa karsinogenik. Beberapa tahun yang lampau beberapa peneliti Indonesia juga melakukan penelitian dan pengukuran daya penurun kandungan logam berat dan unsur radioaktif dengan menggunakan tanaman enceng gondok. Tiga penelitian di atas adalah contoh pengolahan limbah berbahaya menggunakan teknologi fitoremediasi. Fitoremediasi didefinisikan sebagai teknologi pembersihan, penghilangan atau pengurangan polutan berbahaya, seperti logam berat, pestisida, dan senyawa organik beracun dalam tanah atau air dengan menggunakan bantuan tanaman.

1.2Rumusan Masalah
Serangkaian penelitian juga dilakukan baik secara in situ maupun ex situ dengan tujuan memperoleh jenis tumbuhan potensial untuk fitoremidiasi lahan dan perairan yang tercemar limbah pengolahan emas. Diawali dengan skrining jenis tumbuhan yang toleran dari lokasi pembuangan limbah penambangan emas rakyat dan penambangan emas berskala besar. Diikuti penelitian lanjutan untuk memilih jenis-jenis tumbuhan yang potensial sebagai tumbuhan hiperakumulator, yakni memiliki daya adaptasi dan toleransi yang tinggi, mampu memproduksi biomassa dan mengakumulasi logam berat pada jaringan tajuknya dalam jumlah relatif besar. Di antara jenis tumbuhan hasil skrining yang menunjukkan potensi tinggi dan perlu diteliti lebih lanjut adalah Centrocema pubescence, Calopogonium mucunoides, dan Micania cordata.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fitoremediasi
Phyto asal kata Yunani/greek phyton yang berarti tumbuhan/tanaman (plant), remediation asal kata Latin remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi. Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya
1.Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperacumulation
2.Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Proses ini telah dibuktikan dengan percobaan menanam bunga matahari pada kolam mengandung zat radio aktif di Chernobyl Ukraina.
3.Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
4.Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plented-assisted bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri.
5.Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi.
6.Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.
Teknologi ini mulai berkembang dan banyak digunakan karena memberikan banyak keuntungan. Teknologi ini potensial untuk diaplikasikan, aman untuk digunakan dan dengan dampak negatif relatif kecil, memberikan efek positif yang multiguna terhadap kebijakan pemerintah, komunitas masyarakat dan lingkungan, biaya relatif rendah, mampu mereduksi volume kontaminan, dan memberikan keuntungan langsung bagi kesehatan masyarakat.
Keuntungan paling besar dalam penggunaan fitoremediasi adalah biaya operasi lebih murah bila dibandingkan pengolahan konvensional lain seperti insinerasi, pencucian tanah berdasarkan sistem kimia dan energi yang dibutuhkan. Sebagai perbandingan, sistem pencucian logam membutuhkan biaya sekitar US$ 250/kubik yard sedangkan fitoremediasi hanya membutuhkan US$ 80/kubik yard.
Teknologi fitoremediasi dikembangkan berdasarkan kemampuan beberapa jenis tanaman dalam menyerap beberapa logam renik seperti seng (Zn) dan tembaga (Cu) dalam pertumbuhannya. Berdasarkan logam yang diperlukan untuk pertumbuhannya dikenal beberapa jenis tanaman yaitu serpentine (memerlukan tanah yang kaya akan unsur Ni, Cr, Mn, Mg, Co), seleniferous (memerlukan tanah yang kaya akan unsur Se), uraniferous (memerlukan tanah yang kaya akan unsur uranium), dan calamine (memerlukan tanah yang kaya akan unsur Zn dan Cd).
2.2 Tehnik Fitoremediasi Untuk Penanganan Logam Berat
Sejumlah tumbuhan terbukti dapat beradaptasi terhadap lingkungan marginal dan ekstrim seperti tanah limbah yang banyak terkontaminasi zat-zat beracun dan memiliki kualitas fisik, kimia maupun biologis sangat rendah. Di antara tumbuhan ini bahkan ada yang memiliki toleransi tinggi sehingga mampu menyerap dan mengakumulasi logam kontaminan di dalam jaringannya. Potensi ini sangat penting dan berguna untuk dimanfaatkan sebagai mediator pembersih tanah dan perairan yang tercemar.
Banyak penelitian membuktikan kemampuan tumbuhan sebagai hiperakumulator, misalnya hiperakumulator untuk seng (Zn) dan kadmium (Cd). Thalspi caerulescens mampu memproduksi biomassa hingga 5 metrik ton ha-1 dan mengakumulasi Zn hingga 125 kg ha-1 atau 20-40% dari berat keringnya (Salt, 2000; Li et al., 2000; Ebbs et al., 2000; Baker et al., 1994; Brown et al., 1995). Alyssum bertolonii dapat mengakumulasi nikel (Ni) (Salt, 2000; Reeves,1992). Reynourtria sachalinensis dan mikroalga Chlamydomonas sp. telah digunakan untuk remediasi lahan bekas instalasi senjata kimia yang terkontaminasi arsen (As) dengan kemampuan akumulasi > 2 g As kg-1 (Feller, 2000). Atriplex codonocarpa dapat menyerap hingga 12,2% Na (13,0 g Na per tanaman) dan A. linleyi dapat menyerap hingga 13,8% natrium (Na) atau 44,6 g Na per tanaman untuk fitoremidiasi tanah salin (Ishikawa et al., 2001).
Tanaman Lolium multiflorum, Holcus lanatus dan Agrotis castellana telah digunakan untuk fitostabilisasi bekas penambangan emas yang terkontaminasi As dan Zn (Vangronsveld et al., 2000). Dari penelitian yang dilakukan di lahan bekas penambangan emas ditemukan banyak jenis tumbuhan yang toleran terhadap limbah. Beberapa di antaranya bahkan menunjukkan kemampuan akumulasi logam yang tinggi pada jaringannya, misalnya Ipomoea sp. yang mampu menyerap plumbum (Pb) hingga 44,00 ppm, sianida (Cn) hingga 35,70 ppm dan Cd 1,4 ppm, serta Micania cordata yang mampu menyerap hingga 11,65 ppm Pb dan ,66 ppm Cn (Hidayati dan Saefudin, 2003; Juhaeti et al., 2005). Azolla yang tumbuh pada air limbah mengandung 94 ppm Pb; sedangkan genjer dan eceng gondok masing-masing mengandung 167 dan 196 ppm (Juhaeti dan Syarif, 2003).

2.3 Fioremediasi untuk Pengolahan Lahan yang Tercemar Limbah Pengolahan Emas
Percobaan yang pernah dilakukan merupakan riset penggalian potensi tumbuhan hiperakumulator untuk membersihkan kontaminan pada lahan dan perairan yang tercemar limbah penambangan emas. Percobaan ex situ ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Fisiologi Stres, Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor dengan kondisi rata-rata suhu udara + 30oC dan kelembaban + 88 %. Media limbah diambil dari limbah tailing dam PT. Aneka Tambang (Antam) dan penambangan emas rakyat Pongkor. Bahan tanaman dikoleksi dari lokasi pembuangan limbah tailing dam. Dari sekitar 20 jenis tanaman koleksi dipilih tiga jenis cover crop yang dominan pada areal penimbunan limbah dan diharapkan merupakan jenis yang potensial untuk tujuan membersihkan logam berat pencemar pada lahan bekas penambangan. Jenis tumbuhan yang digunakan adalah Centrocema pubescence (T1), Calopogonium mucunoides (T2), dan Micania cordata (T3) yang ditanam pada dua jenis limbah penambangan yakni limah tailing (L1) dan limbah penambangan emas rakyat (L2).
Limbah penambangan emas rakyat dan penambangan emas skala besar memiliki karakteristik yang berbeda.

Gambar 1. Pertumbuhan daun tiga jenis tanaman pada dua jenis limbah. Keterangan: T1: C. pubescence, T2: C. mucunoides, T3: M. cordata, L1: Limbah tailing dam, L2: Limbah penambangan emas rakyat.
Komposisi bahan kontaminan limbah penambangan emas PT. Aneka Tambang dan penambangan rakyat berbeda terutama pada kandungan Hg dan Cn. Limbah PT. Aneka Tambang mengandung Cn relatif lebih tinggi dan Hg rendah. Limbah penambangan emas rakyat sebaliknya mengandung Hg sangat tinggi hingga 21,66 ppm dan Cn rendah (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena dalam proses pengolahan emas digunakan bahan yang berbeda, yakni Cn pada PT. Aneka Tambang dan Hg pada penambangan emas rakyat. Kandungan logam berat lainnya (Pb, Fe, Cd dan Zn) pada kedua limbah penambangan sama tingginya jauh melebihi kandungan logam berat tanah non limbah. Limbah PT. Aneka Tambang dan penambangan emas rakyat masing-masing mengandung 20 dan 30 kali (Pb); 50 dan 120 kali (Fe); 40 kali (Cd) dan 2 dan 3 kali (Zn) dibandingkan tanah non limbah. Disamping perbedaan dalam komposisi kimia dari kontaminan, limbah tailing dan limbah penambangan emas rakyat juga memiliki perbedaan dalam sifat-sifat fisiknya. Limbah tailing cenderung bertekstur pasir sementara limbah penambangan emas rakyat lebih bertekstur liat dengan porositas yang rendah.
Tabel 1. Perbandingan kandungan logam berat limbah pengolahan emas milik PT. Aneka Tambang dan penambangan emas rakyat Pongkor.
Jenis limbah
PT. Aneka Tambang
Penambangan emas rakyat Pongkor
Cn
Hg
Cn
Hg
Tanah
0,155
0,293
0,022
239,38
Air 1
0,999
0,022
0,013
5,067
Air 2
0,121
0,023
0,011
20,574
Air 3
0,006
0,070
0,005
21,645

Perbedaan karakter limbah ini mengakibatkan perbedaan respon dan performa tanaman. Pada awal masa pertumbuhan, ketiga jenis tanaman mampu tumbuh pada kedua jenis limbah dengan cukup baik. Setelah lebih dari satu bulan laju pertumbuhan menurun sesuai dengan kemampuan dan karakter masing-masing jenis. Pada limbah penambangan emas rakyat pertumbuhan ketiga jenis tanaman lebih baik dibandingkan pada limbah tailing.
Di antara ketiga jenis tanaman, C. pubescence (T1) menunjukkan daya adaptasi dan pertumbuhan paling baik diikui oleh M. cordata (T3). Sementara C. mucunoides (T2) tidak dapat bertahan hidup setelah bulan ketiga (Gambar 1 dan 2). Laju pertumbuhan dan produksi biomassa ketiga jenis tanaman sangat rendah pada kedua media limbah. Walaupun demikian dua jenis tanaman yakni T1 dan T3 masih menunjukkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang cukup baik pada media limbah.

Gambar 2. Pertumbuhan cabang tiga jenis tanaman pada dua jenis limbah. Keterangan: T1: C. pubescence, T2: C. mucunoides, T3: M. cordata L1: Limbah tailing dam, L2: Limbah penambangan emas rakyat.

Gambar 3. Produksi biomassa ketiga jenis tanaman pada dua jenis media limbah (berat kering dalam gram). Keterangan: T1: C. pubescence,T2: C. mucunoides, T3: M. Cordata, L1: Limbah tailing dam, L2: Limbah penambangan emas rakyat.



Tabel 2. Serapan logam ketiga jenis tanaman pada dua jenis limbah.


C. pubescence termasuk jenis yang dapat beradaptasi dengan baik pada media limbah sebagaimana ditunjukkan oleh produksi biomassa paling tinggi dibandingkan kedua jenis lain (Gambar 3), tetapi dalam penyerapan logam tidak superior karena C. mucunoides dan M. cordata terbukti menyerap logam dalam jumlah lebih besar. Dibandingkan dengan kedua jenis tanaman lainnya, C. mucunoides menunjukkan pertumbuhan yang paling lambat dengan produksi biomassa paling rendah. Walaupun demikian tanaman ini menunjukkan kemampuan penyerapan logam berat yang paling tinggi untuk Cn dan Hg (Tabel 2). Seperti dikemukakan Salt (2000), tidak mudah memperoleh semua sifat hiperakumulator sekaligus dalam satu jenis tanaman. M. cordata walaupun bukan jenis yang memproduksi biomassa paling tinggi tetapi termasuk jenis yang dapat beradaptasi pada kedua jenis limbah. Kenyataan ini juga ditunjang oleh data dari penelitian yang menyimpulkan bahwa tanaman ini merupakan jenis yang dominan di lahan bekas penambangan emas (Sambas, 2002). Serapan logam M. cordata yang ditanam pada L1 terbukti lebih besar dibandingkan pada L2.
Salah satu kemungkinan penyebab perbedaan ini adalah pertumbuhan akar tanaman pada L1 yang bertekstur pasir lebih banyak dibandingkan perakaran pada L2 yang lebih bertekstur liat. Pada C. pubescence ada indikasi bahwa akumulasi Cn lebih banyak pada daun, sedangkan Pb dan Hg lebih banyak pada akar. Hal ini sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan pada pemilihan tumbuhan hiperakumulator, yakni akumulasi logam berat pada tajuk yang jauh lebih tinggi dibandingkan akumulasi pada akar agar logam berat dapat terambil dengan mudah bersama tajuk tanaman pada saat pemanenan. Pertumbuhan ketiga jenis tanaman pada kedua jenis media limbah memang lebih rendah dibandingkan dengan media non lombah, tetapi hasil riset menyimpulkan bahwa ada harapan bagi jenis-jenis tanaman tertentu untuk dijadikan mediator rehabilitasi lahan bekas penambangan apabila disertai dengan perlakuan perbaikan kualitas media tumbuh seperti pemupukan organik, manipulasi pH, aplikasi jasad renik, dan lain-lain.

BAB III
KESIMPULAN
Fitoremediasi banyak dikembangkan, karena teknologi ini banyak memberikan keuntungan. Teknologi ini potensial untuk diaplikasikan, aman untuk digunakan dan dengan dampak negatif relatif kecil, memberikan efek positif yang multiguna terhadap kebijakan pemerintah, komunitas masyarakat dan lingkungan, biaya relatif rendah, mampu mereduksi volume kontaminan, dan memberikan keuntungan langsung bagi kesehatan masyarakat.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa beberapa tanaman memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media limbah pengolahan emas yang memiliki karakteristik fisik dan kimia marjinal. Tanaman yang toleran pada media limbah menunjukkan penyerapan logam berat yang lebih tinggi, tetapi tingginya penyerapan logam tidak selalu berkorelasi positif dengan produksi biomassa. M. cordata dan C. mucunoides mampu menyerap logam dengan konsentrasi tinggi walaupun produksi biomassanya tidak terlalu tinggi, sebaliknya C. pubescence mampu memproduksi biomassa lebih tinggi pada limbah yang terkontaminasi logam berat, tetapi kemampuan menyerap logam berat lebih rendah dibandingkan M. cordata dan C. mucunoides

DAFTAR PUSTAKA

Ebbs, S., L. Kochian, M. Lasat, N. Pence, and T. Jiang. 2000. An integrated investigation of the phytoremediation of heavy metal and radionuclide contaminated soils: From laboratory to the field. In: Wise, D.L., D.J. Trantolo, E.J. Cichon, H.I. Inyang, and U. Stottmeister (eds.).Bioremediation of Cotaminated Soils. New York: Marcell Dekker Inc.

Feller, A.K. 2000. Phytoremediation of soils and waters contaminated with arsenicals from former chemical warfare installations. In: Wise, D.L., D.J. Trantolo, E.J. Cichon, H.I. Inyang, and U. Stottmeister (eds.). Bioremediation of Cotaminated Soils. New York: Marcell Dekker Inc.

Hidayati, N. dan Saefudin. 2003. Potensi Hipertoleransi dan Serapan Logam Beberapa Jenis Tumbuhan pada Limbah Pengolahan Emas. [Laporan Teknik]. Bogor: Pusat Penelitian Biologi LIPI.

Hidayati, N., T. Juhaeti dan F. Syarif. 2004. Karakterisasi Limbah dan Vegetasi yang Tumbuh pada Penambangan Emas Rakyat dan Penambangan Berskala Besar di Pongkor. [Laporan Teknik]. Bogor: Pusat Penelitian Biologi LIPI.


Juhaeti, T., F. Syarif dan N. Hidayati. 2005. Inventarisasi tumbuhan potensial untuk fitoremidiasi lahan dan air terdegradasi penambangan emas. Biodiversitas 6 (1): 31-33.

Salt, D.E. 2000. Phytoextraction: Present applications and future promise. In: Wise, D.L., D.J. Trantolo, E.J. Cichon, H.I. Inyang, and U. Stottmeister (eds.). Bioremediation of Cotaminated Soils. New York: Marcell Dekker Inc.

Sambas, E.N. 2002. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah pada Areal Tailing Dam PT. Aneka Tambang (Antam) Pongkor. [Laporan Teknik]. Bogor: Pusat Penelitian Biologi LIPI.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar